Kabar kurang sedap datang dari Negeri Tirai Bambu. Puluhan dealer mobil BYD di Provinsi Shandong, China, dilaporkan tutup serentak. Yang bikin heboh, semua dealer itu ternyata dikelola oleh satu grup besar bernama Qiancheng Holdings.
Menurut laporan Reuters (Minggu, 1 Juni 2025), Qiancheng lagi kena masalah keuangan serius. Akibatnya? Sekitar 20 dealer BYD gulung tikar, dan lebih dari seribu konsumen kini telantar tanpa layanan purnajual maupun garansi kendaraan. Kebayang, kan, gimana paniknya pemilik mobil-mobil itu?
Masalah ini ternyata nggak cuma di satu kota. Media lokal Jinan Times (yang dimiliki pemerintah kota Jinan, ibu kota Shandong) melaporkan bahwa dealer yang kena imbas tersebar di empat kota, termasuk Jinan dan Weifang. Para pemilik mobil sampai harus bikin kelompok untuk memperjuangkan hak mereka.
Padahal dulunya, Qiancheng ini pemain besar, lho. Omzet tahunan mereka tembus 3 miliar yuan (sekitar 416 juta dolar AS), dan karyawan mereka sekitar 1.200 orang. Tapi semuanya berubah sejak mereka mengaku “tersandung” kebijakan baru dari BYD soal jaringan dealer. Dalam surat terbuka yang diterbitkan 17 April lalu, Qiancheng menyebut kebijakan itu bikin arus kas mereka megap-megap.
Sayangnya, baik Qiancheng maupun BYD belum kasih komentar resmi ke Reuters. Tapi, media China Cover News sempat mengutip perwakilan BYD yang bilang kalau penyebab utama kekacauan ini bukan perubahan kebijakan dari mereka, tapi justru ekspansi agresif Qiancheng yang kebablasan. BYD juga klaim sudah bantu Qiancheng melewati badai ini, walaupun hasilnya belum kelihatan.
Masalah ini juga jadi gambaran tekanan berat yang lagi dihadapi industri otomotif di China. Pasar otomotif terbesar di dunia ini makin ketat persaingannya—bikin produsen, pemasok, sampai jaringan dealer harus putar otak biar tetap survive. BYD sendiri meskipun punya beberapa toko resmi, masih sangat bergantung sama jaringan dealer untuk menjangkau konsumen di seluruh negeri.